MAPALA SHERPA GEODESI UNDIP

Biro Mahasiswa Pecinta Alam Teknik Geodesi FT Undip

PENGENALAN ALAM CALON ANGGOTA

Pengenalan Alam di Gunung Ungaran sebagai sarana untuk memperkenalkan dengan dunia kepecintaalaman terutama pendakian.

MAPALA SHERPA GEODESI UNDIP

Biro Mahasiswa Pecinta Alam Teknik Geodesi FT Undip

EKSPEDISI DATUM GENUK 1870

Ekspedisi yang bertujuan untuk mencari kembali Datum atau titik referensi geodetik di Gunung Genuk, Jepara.

Kamis, 21 Desember 2017

Ekspedisi Geospasial SHERPA

MERUDIPA BUANA

Ekspedisi Merudipa Buana adalah nama ekspedisi geospasial yang dilakukan Sherpa pada tahun periode ini. Untuk namanya memiliki sebuah arti; meru yaitu gunung, dipa cahaya, dan buana adalah dunia. Lalu Merudipa Buana berarti cahaya gunung untuk dunia. Karena hasil ekspedisi ini sendiri berupa peta jalur pendakian gunung, dan Sherpa berharap peta ini dapat dimanfaatkan oleh banyak orang diluar sana tidak hanya untuk para pendaki saja namun juga orang orang yang ingin melakukan riset, SAR, dan lain lain layaknya Cahaya di puncak gunung yang memberi penerangan berupa infomrasi kepada manusia di sekitarnya.
Apa saja kegiatannya? Jadi ekspedisi yang dilakukan anggota- anggota Sherpa berbeda dari ekspedisi ekspedisi lain yang sering dilakukan oleh mapala-mapala lain. Jika kebanyakan mapala melakukan ekspedisi untuk suatu pengembaraan atau mencari petualangan baru di gunung, hutan, maupun gua; berbeda dengan Sherpa. Sherpa lebih berfokus pada pemetaan jalur-jalur gunung dengan output yang tentu saja peta jalur pendakian.
Lantas kenapa kegiatan ekspedisinya berupa kegiatan pemetaan? Hal ini dilakukan mengingat minimnya peta jalur pendakian yang ada. Yang biasanya ada di basecamp gunung hanyalan gambaran trek sederhana menuju puncak tanpa adanya grid, kontur, jarak, atribut, dan skala yang jelas. Jadi dalam penyampaian informasinya kurang maksimal. Kita tahu sendiri bahwa fungsi peta adalah untuk memberikan informasi yang jelas pada pembaca. Jika yang tersedia hanyalah gambaran sederhana jalur pendakian lantas bagaimana para pendaki mendapat informasi yang jelas? Belum lagi jika para pendaki sedang berada pada situasi kiritis seperti misal sedang melakukan SAR. Tanpa adanya peta yang jelas, evakuasi akan sulit sekali dilakukan karena kurangnya informasi yang memadai terkait lokasi perkiraan hilangnya korban, pendistirbusian evakuasi, dan arah sapuan evakuasi. Hal ini hanyalah segelintir contoh dari banyak sekali manfaat yang didapatkan dengan adanya peta jalur pendakian.
Selain itu kenapa yang dipilih adalah kegiatan pemetaan yaitu karena basis keilmuan yang dimiliki para anggota Sherpa adalah Ilmu Geodesi. Akan sangat percuma jika kegiatan yang dilakukan Sherpa hanyalah menikmati alam tanpa mengaplikasikan ilmu geodesi di dalamnya. Oleh karena itu dengan adanya problema seperti yang ada diatas dan ditambah dengan dasar keilmuan yang ada maka dilakukanlah Ekpedisi Geospasial ini.
Untuk sekarang ini Sherpa menargetkan akan memetakan jalur-jalur 7 Gunung tertinggi di Jawa Tengah. Ya mencoba untuk logis, keinginan Sherpa tidak muluk muluk untuk memetakan semua gunung yang ada. Cukup untuk gunung pada area Jawa Tengah terlebih dahulu. Dan semuanya dilakukan bertahap. Satu persatu, karena mengingat tiap gunung juga memiliki jalur yang tidak sedikit. Ada yang 3, 4, hingga 6 bahkan lebih. Tapi pemetaan yang dilakukan sebatas pada jalur jalur resmi yang terdaftar.
Dalam melakukan ekspedisi diperlukan beberapa hal yang penting, yaitu GPS handheld untuk alat pencatat titik dan garis di lapangan, persiapan yang matang, dan tim yang solid. Dalam tim itu setiap anggotanya memiliki tugas yang berbeda-beda, ada Team Leader,  Picker, Dokumenter, Pencatat, dan Sweeper. Tugas yang diemban tiap anggota harus dijalankan secara sinergis dan kompak. Karena dalam keanyatannya di lapangan memang dibutuhkan keselarasan tiap orang. Contohnya team leader yang memimpin jalan dan berhenti di tiap titik yang akan di pick, picker menandai titik dengan GPS, Dokumenter bertugas untuk memfoto objek sekitaran tempat berhenti, pencatat mencatat tiap poin dan kapan poin tersebut di pick, lalu sweeper bertugas untuk memastikan keberadaan tiap anggota hingga tidak ada yang tertinggal dan untuk mem-“push” team jika dirasa terlalu lama dalam beristirahat untuk mengejar waktu.
Tim yang solid tidak hanya dibutuhkan pada saat pendakian. Namun pasca pendakian dimana pengolahan data dilakukan, juga diperlukan team yang kompak. Karena penglohan data tidaklah mudah. Ada beberapa step yang harus diproses sebelum bentuk peta itu jadi.
Dari 7 gunung yang ditargetkan, untuk saat ini baru 4 yang sudah terpetakan yaitu Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Merapi. Sebenarnya ada satu lagi yaitu Gunung Sumbing, namun saat ini masih dalam tahap pengolahan karena pendakiannya pun baru dilakukan Bulan September kemarin.

Jika ditanya apakah kedepannya ada harapan terkait kegiatan ekspedisi ini, jawabannya pasti ada. Saya pribadi berharap Sherpa dapat memiliki peta-peta hasil pemetaan geospasial yang dilakukan oleh anggotanya untuk lingkup gunung se-Jawa. Dengan begitu nama Sherpa bisa lebih dikenal masyarakat luas sebagai mapala yang tidak hanya bermain dengan alam tapi juga menerapkan keilmuan dalam kegiatan-kegiatannya. Namun hal itu sebagai angan jangka panjang, untuk sekarang ini saya berharap Ekspedisi Merudipa dapat selesai memetakan 7 gunung di Jawa Tengah dan peta nya dapat didistribusikan ke Basecamp, masyarakat sekitar kaki gunung, dan juga para ilmuwan-ilmuwan yang sedang ingin melakukan riset di gunung. Karena seringkali teman-teman mahasiswa menanyakan tentang peta-peta ini dan memintanya untuk keperluan penelitian. Mengkobinasikan ilmu geodesi dengan ilmu lain tentu sungguh menarik dan bisa mendapatkan manfaat baru, untuk itu jika pemetaan ini cepat selesai maka banyak sekali yang mendapatkan imbas positifnya.

Tim 1 - Jalur Garung

Tim 2 - Jalur Butuh

Tim 3 - Jalur Bowongso

Tim 4 - Jalur Sipetung