MAPALA SHERPA GEODESI UNDIP

Biro Mahasiswa Pecinta Alam Teknik Geodesi FT Undip

PENGENALAN ALAM CALON ANGGOTA

Pengenalan Alam di Gunung Ungaran sebagai sarana untuk memperkenalkan dengan dunia kepecintaalaman terutama pendakian.

MAPALA SHERPA GEODESI UNDIP

Biro Mahasiswa Pecinta Alam Teknik Geodesi FT Undip

EKSPEDISI DATUM GENUK 1870

Ekspedisi yang bertujuan untuk mencari kembali Datum atau titik referensi geodetik di Gunung Genuk, Jepara.

Selasa, 05 September 2023

Fun Hiking SHERPA 2023

 Fun Hiking SHERPA 2023

Mahasiswa Pecinta Alam Sherpa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro telah melaksanakan kegiatan bertajuk Fun Hiking Sherpa 2023. Kegiatan ini bertujuan untuk mewadahi minat para peserta di dunia mountaineering dengan metode yang menyenangkan sehingga sekaligus sebagai sarana refreshing. Acara tersebut dilakukan di Gunung Prau yang memiliki ketinggian 2565 mdpl dan terletak di Kawasan Dataran Tinggi Dieng. Kegiatan ini dilaksanakan mulai dari Selasa sampai dengan Rabu tanggal 20-21 Juni 2023 dan diikuti oleh mahasiswa Teknik Geodesi Universitas Diponegoro. Untuk jalurnya menggunakan basecamp Gunung Prau via Patakbanteng yang berlokasi di Desa Patakbanteng, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.

Jalur Gunung Prau via Patakbanteng adalah salah satu jalur pendakian yang populer untuk mencapai puncak Gunung Prau karena rute ini dianggap sebagai jalur yang lebih mudah, durasi perjalanan lebih singkat, serta cocok untuk pemula. Gunung Prau dipilih karena gunung ini memiliki ketinggian yang tidak terlalu tinggi namun memiliki pemandangan yang eksotis dan memukau para penikmatnya. Bahkan menurut beberapa sumber, sunrise di Gunung Prau adalah salah satu yang terbaik di Asia Tenggara.

Meskipun fun hiking melibatkan pendakian yang santai dan tidak terlalu menuntut fisik, sehingga cocok untuk pemula atau mereka yang ingin menikmati alam dengan cara yang lebih santai dan menyenangkan, tetapi faktor keamanan tetap menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, penting untuk mempersiapkan diri dengan perlengkapan yang tepat, seperti alas kaki yang nyaman, pakaian yang sesuai, logistik yang cukup, serta membawa peta dan kompas jika diperlukan. Selain itu selalu perhatikan kondisi cuaca dan ikuti panduan dari pihak basecamp.

Gunung menyimpan sejuta keindahan alam dimana teradapat beragam flora dan fauna yang dapat ditemui ketika mendaki. Pendakian Gunung Prau via Patakbanteng dapat menjadi pengalaman yang menarik dan memberikan kesempatan bagi para peserta untuk menikmati keindahan alam Dataran Tinggi Dieng serta panorama pegunungan yang memukau. Melalui kegiatan ini diharapkan peserta dapat lebih mengenal dan mencintai lingkungan alam, khususnya gunung, serta memiliki kesadaran untuk menjaganya agar tetap lestari dan terjaga. Berikut merupakan dokumentasi keseruan Fun Hiking Sherpa 2023.




SHERPA?!!
SOLID!!SOLID!!SOLID!!

Jumat, 16 September 2022

KEGIATAN SHERPA 2021 PASCA COVID

 KEGIATAN SHERPA 2021 PASCA COVID

Pengenalan Alam 1 via Mawar

Pengenalan Alam 2 di Pantai Tirang Semarang
Diksar Lapangan di Promasan Gunung Ungaran 
Pengukuhan Anggota di Gunung Ungaran


Jumat, 15 Maret 2019

SPICE 2018

SPICE : Burn Your Spirit, Run for a Victory!

Orienteering merupakan sebuah kegiatan berbasis outdoor untuk menguji kemampuan navigasi, kecepatan, dan ketepatan. Untuk melakukan orienteering ini dibutuhkan peta dan juga kompas. Ini digunakan untuk menemukan titik-titik atau objek tertentu selama orienteering.

Awal mulanya orienteering muncul di Swedia dan diciptakan untuk kepentingan militer, yaitu melatih kemampuan navigasi darat. Tujuannya adalah untuk bisa melewati atau melintasi tempat-tempat yang belum pernah diketahui sama sekali.

Seiring berjalannya waktu, orienteering bergesar menjadi salah satu cabang olahraga alam yang dilombakan. Mayoritas orienteer yang berkompetisi adalah mereka yang berkecimpung di dunia kepencintaalaman, atau kegiatan kepramukaan. Medan yang menantang serta waktu yang sangat terbatas untuk mencapai titik poin di tempat yang tersembunyi merupakan sebuah tantangan dan keseruan dalam olahraga ini. Diperlukan strategi yang tepat juga agar orienteer mendapatkan poin sebanyak-banyaknya secara efisien waktu maupun tenaga.


Pada tanggal 10-11 November 2108 lalu, SHERPA Geodesi Undip dan Palaka Undip sukses melaksanakan event akbar ini. Berlokasi di Desa Cukilan, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang. Kategori yang dibuat ada 3 macam, yakni Umum Putri, Umum Putra, dan Junior Putra. Ini merupakan event eksternal terbesar pertama kali bagi SHERPA.




Semua peserta sangat antusias dalam mengikuti perlombaan ini. Teriknya matahari serta medan yang sangat terjal sepertinya bukan masalah bagi mereka. Beberapa tim medis juga disiapkan bagi peserta yang jatuh sakit.







Dengan adanya kegiatan ini, kami harap generasi muda masa kini dapat menghabiskan masa mudanya dengan hal-hal positif yang menyenangkan.

GEOROVE - SHERPA on Village

GEOROVE : Hijau Alamnya, Sehat Warganya


GEOROVE merupakan rangkaian acara yang diawali dengan penanaman mangrove lalu dilanjutkan dengan bakti sosial berupa pengecekan kesehatan gratis bagi warga yang dilaksanakan di RT 01 RW 01 Desa Mangunharjo, Kecamatan Mangkang, Kota Semarang pada hari Sabtu, 25 Agustus 2018 lalu.

Penanaman mangrove dilakukan di pesisir pantai Mangkang dengan didampingi bapak Sururi selaku pemerhati lingkungan yang cukup dikenal di Jawa Tengah. Jaraknya dari rumah warga cukup jauh dan memakan waktu hingga 20 menit dengan kondisi yang cukup terik. Namun hal itu tidak mengurangi semangat peserta GEOROVE yang berasal dari bermacam-macam jurusan ini. GEOROVE mendapatkan bantuan bibit mangrove dari DLHK Kota Semarang sebanyak 200 bibit. Acara dimulai pukul 09.00-11.00. Para peserta sangat antusias dalam mengikuti rangkaian acara, seperti tidak mengenal yang namanya lelah.


Rangkaian acara selanjutnya adalah pengecekan kesehatan yang diikuti oleh lansia di Desa Mangunharjo. Warga tampak antusias mengikuti kegiatan ini. Selain pengecekan kesehatan, warga juga diberikan edukasi mengenai pola hidup yang baik terkait dengan gejala penyakit yang dimiliki. Acara ini turut didukung oleh teman-teman dari Maladica Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.



Diharapkan dengan adanya acara ini, mahasiswa maupun warga menjadi semakin sadar akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan dan pola hidup yang sehat.

Kamis, 21 Desember 2017

Ekspedisi Geospasial SHERPA

MERUDIPA BUANA

Ekspedisi Merudipa Buana adalah nama ekspedisi geospasial yang dilakukan Sherpa pada tahun periode ini. Untuk namanya memiliki sebuah arti; meru yaitu gunung, dipa cahaya, dan buana adalah dunia. Lalu Merudipa Buana berarti cahaya gunung untuk dunia. Karena hasil ekspedisi ini sendiri berupa peta jalur pendakian gunung, dan Sherpa berharap peta ini dapat dimanfaatkan oleh banyak orang diluar sana tidak hanya untuk para pendaki saja namun juga orang orang yang ingin melakukan riset, SAR, dan lain lain layaknya Cahaya di puncak gunung yang memberi penerangan berupa infomrasi kepada manusia di sekitarnya.
Apa saja kegiatannya? Jadi ekspedisi yang dilakukan anggota- anggota Sherpa berbeda dari ekspedisi ekspedisi lain yang sering dilakukan oleh mapala-mapala lain. Jika kebanyakan mapala melakukan ekspedisi untuk suatu pengembaraan atau mencari petualangan baru di gunung, hutan, maupun gua; berbeda dengan Sherpa. Sherpa lebih berfokus pada pemetaan jalur-jalur gunung dengan output yang tentu saja peta jalur pendakian.
Lantas kenapa kegiatan ekspedisinya berupa kegiatan pemetaan? Hal ini dilakukan mengingat minimnya peta jalur pendakian yang ada. Yang biasanya ada di basecamp gunung hanyalan gambaran trek sederhana menuju puncak tanpa adanya grid, kontur, jarak, atribut, dan skala yang jelas. Jadi dalam penyampaian informasinya kurang maksimal. Kita tahu sendiri bahwa fungsi peta adalah untuk memberikan informasi yang jelas pada pembaca. Jika yang tersedia hanyalah gambaran sederhana jalur pendakian lantas bagaimana para pendaki mendapat informasi yang jelas? Belum lagi jika para pendaki sedang berada pada situasi kiritis seperti misal sedang melakukan SAR. Tanpa adanya peta yang jelas, evakuasi akan sulit sekali dilakukan karena kurangnya informasi yang memadai terkait lokasi perkiraan hilangnya korban, pendistirbusian evakuasi, dan arah sapuan evakuasi. Hal ini hanyalah segelintir contoh dari banyak sekali manfaat yang didapatkan dengan adanya peta jalur pendakian.
Selain itu kenapa yang dipilih adalah kegiatan pemetaan yaitu karena basis keilmuan yang dimiliki para anggota Sherpa adalah Ilmu Geodesi. Akan sangat percuma jika kegiatan yang dilakukan Sherpa hanyalah menikmati alam tanpa mengaplikasikan ilmu geodesi di dalamnya. Oleh karena itu dengan adanya problema seperti yang ada diatas dan ditambah dengan dasar keilmuan yang ada maka dilakukanlah Ekpedisi Geospasial ini.
Untuk sekarang ini Sherpa menargetkan akan memetakan jalur-jalur 7 Gunung tertinggi di Jawa Tengah. Ya mencoba untuk logis, keinginan Sherpa tidak muluk muluk untuk memetakan semua gunung yang ada. Cukup untuk gunung pada area Jawa Tengah terlebih dahulu. Dan semuanya dilakukan bertahap. Satu persatu, karena mengingat tiap gunung juga memiliki jalur yang tidak sedikit. Ada yang 3, 4, hingga 6 bahkan lebih. Tapi pemetaan yang dilakukan sebatas pada jalur jalur resmi yang terdaftar.
Dalam melakukan ekspedisi diperlukan beberapa hal yang penting, yaitu GPS handheld untuk alat pencatat titik dan garis di lapangan, persiapan yang matang, dan tim yang solid. Dalam tim itu setiap anggotanya memiliki tugas yang berbeda-beda, ada Team Leader,  Picker, Dokumenter, Pencatat, dan Sweeper. Tugas yang diemban tiap anggota harus dijalankan secara sinergis dan kompak. Karena dalam keanyatannya di lapangan memang dibutuhkan keselarasan tiap orang. Contohnya team leader yang memimpin jalan dan berhenti di tiap titik yang akan di pick, picker menandai titik dengan GPS, Dokumenter bertugas untuk memfoto objek sekitaran tempat berhenti, pencatat mencatat tiap poin dan kapan poin tersebut di pick, lalu sweeper bertugas untuk memastikan keberadaan tiap anggota hingga tidak ada yang tertinggal dan untuk mem-“push” team jika dirasa terlalu lama dalam beristirahat untuk mengejar waktu.
Tim yang solid tidak hanya dibutuhkan pada saat pendakian. Namun pasca pendakian dimana pengolahan data dilakukan, juga diperlukan team yang kompak. Karena penglohan data tidaklah mudah. Ada beberapa step yang harus diproses sebelum bentuk peta itu jadi.
Dari 7 gunung yang ditargetkan, untuk saat ini baru 4 yang sudah terpetakan yaitu Gunung Ungaran, Gunung Merbabu, Gunung Lawu, Gunung Merapi. Sebenarnya ada satu lagi yaitu Gunung Sumbing, namun saat ini masih dalam tahap pengolahan karena pendakiannya pun baru dilakukan Bulan September kemarin.

Jika ditanya apakah kedepannya ada harapan terkait kegiatan ekspedisi ini, jawabannya pasti ada. Saya pribadi berharap Sherpa dapat memiliki peta-peta hasil pemetaan geospasial yang dilakukan oleh anggotanya untuk lingkup gunung se-Jawa. Dengan begitu nama Sherpa bisa lebih dikenal masyarakat luas sebagai mapala yang tidak hanya bermain dengan alam tapi juga menerapkan keilmuan dalam kegiatan-kegiatannya. Namun hal itu sebagai angan jangka panjang, untuk sekarang ini saya berharap Ekspedisi Merudipa dapat selesai memetakan 7 gunung di Jawa Tengah dan peta nya dapat didistribusikan ke Basecamp, masyarakat sekitar kaki gunung, dan juga para ilmuwan-ilmuwan yang sedang ingin melakukan riset di gunung. Karena seringkali teman-teman mahasiswa menanyakan tentang peta-peta ini dan memintanya untuk keperluan penelitian. Mengkobinasikan ilmu geodesi dengan ilmu lain tentu sungguh menarik dan bisa mendapatkan manfaat baru, untuk itu jika pemetaan ini cepat selesai maka banyak sekali yang mendapatkan imbas positifnya.

Tim 1 - Jalur Garung

Tim 2 - Jalur Butuh

Tim 3 - Jalur Bowongso

Tim 4 - Jalur Sipetung







Jumat, 17 November 2017

Pemetaan Jalur Pendakian dalam Ekspedisi SHERPA

Sebagai organisasi mahasiswa pecinta alam, SHERPA tidak hanya terfokus pada kegiatan kepecintaalaman tetapi juga penerapan pada bidang ilmunya yaitu Geodesi. Juga untuk mewujudkan tujuan SHERPA yang ke tiga yaitu mengembangkan dan menerapkan keilmuan geodesi dalam kegiatan kepecintaalaman. Atas dasar itulah, Ekspedisi MERUDIPA ini kami adakan.

Kegiatan mendaki gunung merupakan salah satu kegiatan yang kini makin digemari di indonesia. Walau sebenarnya kegiatan mendaki gunung tetap merupakan kegiatan yang berbahaya. Tidak sedikit orang yang mengalami cidera bahkan meninggal di gunung. Untuk itu sebelum mendaki gunung kita harus mempersiapkan fisik dan mental dan yang paling penting yaitu mencari informasi tentang gunung yang akan kita daki.

Meskipun informasi tentang jalur pendakian gunung sangat mudah didapatkan dari internet misalnya. Namun kebanyakan informasi tersebut hanya sebatas informasi non spasial yang tidak menyediakan data seperti koordinat, kelerengan, ketinggian ataupun informasi lainnya. Memang terkadang sudah ada jalur pendakian sudah peta yang disiapkan dari pihak basecamp, namun seringkali peta yang ada menyajikan informasi yang seadanya dan dibuat tidak sesuai dengan kaidah pemetaan.

Untuk itu dalam ekspedisi ini dilakukan kegiatan pemetaan jalur pendakian untuk menyajikan informasi spasial maupun deskripsi jalur pendakian secara umum. Pemetaan dilakukan dengan cara survei lapangan menggunakan alat ukur penentuan posisi. Data tracking dan marking yang didapat kemudian diolah secara spasial untuk mendapatkan informasi geografis. Informasi tersebut kemuadian disajikan sesuai kaidah kartografi agar lebih jelas dan mudah dipahami.

Nantinya hasil dari ekspedisi ini dapat dimanfaatkan bagi para pendaki maupun warga sekitar sebagai panduan pendakian. Selain itu peta hasil ekspedisi ini juga bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lainya seperti SAR dan pembuatan jalur pendakian baru di gunung. Kami juga berharap dari kegiatan ini SHERPA dapat mensosialisasikan ilmu Geodesi dalam kehidupan bermasyarakat.

SHERPA!
Solid! Solid! Solid!


Jumat, 22 April 2016

Hari Bumi 2016


Sebagai wadah keberlangsungan hidup bagi seluruh organisme, Bumi, sudah selayaknya kita jaga dan kita rawat bersama-sama.

Peran manusia dalam kelestarian lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar.

Maka dari itu, mari kita jaga bumi kita yang makin menua, saling bahu membahu ikut merawat Bumi tempat tinggal kita, dan bisa dimulai dengan cara-cara sederhana semisal mengurangi polusi udara dengan memakai kendaraan umum, mengurangi pemakaian plastik, mengefisienkan pemakaian listrik, menghemat pemakaian air dsb.

Karena menjaga Bumi sama artinya dengan menjaga keseimbangan hidup dan keselarasan alam seisinya. (sbm)

SELAMAT HARI BUMI.
SELAMATKAN BUMI.

SHERPA!!
SOLID! SOLID! SOLID!

Rabu, 20 April 2016

Pengenalan Alam 2 Calon Anggota Angkatan 7


Dalam alur kaderisasi atau pendidikan calon anggota SHERPA, Pengenalan Alam merupakan suatu rangkaian kegiatan pra-diklatsar yang berfungsi sebagai pendahuluan atau sebagai pengantar bagi calon anggota dalam mengenal dunia kepecintaalaman.


Pada tanggal 16-17 Mei 2016, calon anggota SHERPA angkatan 7 telah melaksanakan Pengenalan Alam (PA) 2 yang berlokasi di Pantai Nampu, Pantai Wediombo dan Pantai Njungwok, Gunung Kidul, Yogyakarta. PA 2 ini merupakan lanjutan dari PA 1 yang berlokasi di Gunung Ungaran, Semarang.


Dalam PA 2 ini caang mencoba membuat peta sederhana menggunakan kompas dan roll meter, peta yang dihasilkan adalah peta garis pantai sederhana dari Pantai Nampu menuju Pantai Wediombo dan kemudian dilanjutkan membuat peta jalur perjalanan dari Pantai Wediombo menuju Pantai Njungwok dengan total panjang keseluruhan kurang lebih 2 Km. Walaupun udara terasa panas terik, akan tetapi caang terlihat antusias dalam melaksanakan kegiatan.

Briefing sebelum pemetaan

Selanjutnya pada malam harinya digelar malam keakraban serta api unggun untuk mengakrabkan serta untuk membangun rasa kekeluargaan antara caang dengan anggota SHERPA. 

Api unggunnya malah dicuekin -_-

Pagi hari kegiatan dilanjutkan dengan Coastal Cleaning atau bersih pantai di sepanjang Pantai Wediombo.
Bersih bersih gan
Dalam kegiatan bersih pantai ini baik caang maupun anggota ikut turun dalam bersih pantai ini sebagai wujud bakti dalam upaya menjaga kelestarian alam. (sbm)

Kamis, 07 April 2016

Sejarah dan Lambang

SEJARAH 

       SHERPA merupakan organisasi Mahasiswa Pecinta Alam yang berstatus sebagai salah satu Biro di Program Studi Teknik Geodesi FT UNDIP Semarang yang bersifat otonom dan secara struktural terpisah dari bagan Organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Geodesi, serta berkoordinasi langsung dengan organisasi lain di Teknik Geodesi FT UNDIP Semarang. 
      SHERPA lahir pada tahun 2009 namun ditetapkan berdiri sebagai organisasi yang resmi pada tanggal 1 januari 2011 dan berfungsi sebagai wadah bagi mahasiswa Teknik Geodesi untuk berkegiatan di alam bebas, memupuk rasa kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, serta mengembangkan keilmuan geodesi untuk berkegiatan di alam bebas. 
        Nama SHERPA diambil dari nama sebuah suku di kaki Gunung Himalaya. Suku SHERPA biasa menjadi pemandu bagi para pendaki yang ingin menggapai puncak Himalaya. Sehingga nama Mapala SHERPA ini bermakna agar Mapala SHERPA dapat menjadi pemandu bagi para anggotanya untuk menggapai cita yang tinggi.
       Saat ini SHERPA memiliki 4 buah bidang, yaitu 
  1. Bidang Internal yang berfokus pada keorganisasian, kaderisasi dan kesejahteraan anggota
  2. Bidang Kepecintaalaman dan Keilmuan Geodesi yang berfokus pada pengembangan dan penyampaian materi kepecintaalam kepada anggota serta berupaya untuk mengembangkan keilmuan geodesi pada tiap kegiatan SHERPA 
  3. Bidang Sosial dan Lingkungan yang bergerak pada kegiatan pengabdian masyarakat dan usaha-usaha pelestarian lingkungan 
  4. Bidang Eksternal yang merupakan kantor media bagi SHERPA memiliki tugas dalam hal penyebaran informasi dari dan menuju organisasi lain di luar SHERPA. 

 

 LAMBANG

       Lambang SHERPA berbentuk dasar lingkaran dengan arah mata angin, bumi yang menggambarkan peta dunia dan nama organisasi di tengahnya. Lambang SHERPA memiliki makna : 
  1. Lingkaran bermakna sifat kekeluargaan SHERPA yang tidak akan pernah terputus. 
  2. Arah mata angin bermakna SHERPA sebagai organisasi memiliki arah dan tujuan 
  3. Bumi yang menggambarkan peta dunia bermakna dasar keilmuan geodesi serta kewajiban menjaga dan melestarikan bumi. 
  4. Warna oranye bermakna sebagai warna dasar keilmuan yaitu Teknik Geodesi 
  5. Warna hitam bermakna abadi dan tekad yang kuat

Sabtu, 24 November 2012

Dampak Positif Dan Negatif Pendakian Massal



Pada era sekarang ini kegiatan mendaki gunung sudah sangat tenar di masyarakat. Hal ini terbukti dengan jumlah pendaki gunung yang terus meningkat setiap waktu. Para pendaki gunung juga terdiri dari bermacam macam kalangan, mulai dari mahasiswa, siswa SMA & SMP sampai organisasi karang taruna dan masih banyak lagi. Latar belakang itulah yang mendasari awal mulanya diadakan pendakian massal. Pendakian massal pada awalnya di dasari oleh keinginan mendaki bersama sama dengan para pendaki lain agar kita saling mengenal.

Tapi seiring perkembangan jaman banyak tujuan lain yang tidak seharusnya melekat pada pendakian massal. Pada era sekarang ini sangat banyak organisasi yang mengadakan pendakian massal dengan berbagai macam kepentingan. Pendakian massal dijadikan alat promosi produk outdoor agar bisa memperoleh lebih banyak peminat. Hal itu sebenarnya sah sah saja asal tidak melupakan tujuan utama dari pendakian massal. Di sisi lain bahkan ada yang mengadakan pendakian massal dengan tujuan utama mengeruk keuntungan berupa materi. Hal itu wajar saja karena memang kegiatan mendaki gunung pada era sekarang telah menjadi industri yang menguntungkan bagi pihak pihak tertentu.

Beberapa tahun silam saya pernah belajar pada seorang senior yang saya segani. Menurut saya dia lah pendaki gunung terhebat yang pernah terlahir di kota ini (Demak). Dia menggerakkan seluruh pecinta alam di kota ini dengan mengadakan pendakian massal. Peminatnya sangat banyak dan diadakan dengan rutin setiap beberapa bulan sekali. Pendakian massal yang diadakan hanya semata mata bertujuan untuk mempertemukan semua pendaki gunung di kota ini tanpa memperoleh keuntungan berupa materi apapun.

Beberapa tahun kemudian setelah saya terjun dalam lingkungan MAPALA. Di lingkungan ini banyak MAPALA yang mengadakan pendakian massal. Beberapa persamaan yang menjadi acuan dasar setiap MAPALA dalam menyelenggarakan Penmas adalah “Keuntungan materi menjadi tujuan yang paling tidak terfikirkan dalam pelaksanaanya”. Terlepas dari banyak tujuan yang mendasari pelaksanaan penmas, kegiatan ini tentu saja meninggalkan dampak positif dan negatif.

Mendaki gunung dengan jumlah personil yang sangat banyak dapat merusak jalur pendakian. Jalur pendakian adalah sesuatu yang dinamis. Saat beberapa orang mendaki melewati sebuah jalur pendakian tentu saja akan meninggalkan jejak. Jejak itu akan terhapus oleh hujan dan binatang binatang sehingga saat team lain kembali melewati jalur yang sama ke alamianya masih terjaga. Selain itu saat mendaki gunung tak jarang para pendaki gunung melakukan kontak dengan tumbuhan. Kadang ada tumbuhan yang di potong karena menghalangi jalan, ada juga tumbuhan yang mati karena terinjak injak atau di jadikan pegangan tangan oleh pendaki. Tapi semua itu akan kembali setelah beberapa hari karena jalur pendakian itu dinamis. Tumbuhan yang mati akan tumbuh lagi dan mulai menghiasi jalur pendakian. Tapi saat kita mendaki dengan jumlah personil yang sangat banyak tentu saja menimbulkan dampak yang lebih besar sehingga waktu pemulihanya juga lebih lama.

Saat mendaki gunung para pendaki biasanya di ajarkan untuk membawa pulang semua sampah yang berbentuk plastik. Okelah anggap saja dalam pendakian massal semua sampah plastik di bawa turun walau tidak demikian pada kenyataanya. Tapi mereka tidak akan membawa turun kotoran mereka sendiri. Jika jumlah kotoran manusia sedikit maka dengan cepat akan pulih. Selain itu juga tidak menimbulkan aroma yang terlalu menyengat. Bagimana jika jumlahnya banyak, saya rasa akan tampak seperti Penampungan kotoran manusia dalam volume besar.

Dampak positif yang paling nyata dalam pendakian massal adalah para pendaki bisa saling mengenal dengan pendaki gunung dari daerah lain. Hal ini membuat kita bisa mengenal lebih banyak orang dan mendapatkan teman teman baru. Penmas juga menjadi semacam fasilitas bagi para pendaki yang ingin mendaki gunung tapi tidak mempunyai teman mendaki dan tidak paham jalur pendakian yang akan dilewatinya.

Selain itu pendakian massal juga dapat menjadi pilihan yang tepat bagi orang orang yang masih awam dalam pendakian gunung. Mereka hanya tinggal mengikuti intruksi dari panitia penmas agar bisa sampai di puncak. Umumnya penmas telah memperhitungkan kemungkinan terburuk pada kegiatan ini sehingga mereka mempunyai kesiapan lebih dalam pelaksanaanya seperti persiapan Peralatan Cadangan, Tim Medis, P3K dll. Dengan adanya penmas setidaknya dapat menambah jumlah pendaki gunung.

Penmas juga memberikan keuntungan bagi warga di sekitar basecamp jalur pendakian. Dengan banyaknya jumlah pengunjung maka penghasilan warga di sekitar basecamp akan meningkat. Penmas memberikan keuntungan bagi para pedagang makanan dan souvenir, penyedia jasa transportasi, penyedia jasa penginapan dll. Penmas juga memberikan keuntungan bagi pihak sponsor (jika ada). Penmas akan membuat nama produk mereka lebih terkenal sehingga menambah jumlah peminatnya.

Bagaimanapun juga pendakian massal akan menimbulkan dampak positif dan negatif. Kita dapat mengambil dampak positifnya dan mencari solusi untuk dampak negatifnya. Pro kontra dalam pelaksanaan penmas pasti selalu ada. Tapi satu hal yang perlu di ingat adalah mendaki gunung dengan cara apapun kita tetaplah sama, seorang pendaki gunung dengan tujuan yang sama.

SALAM LESTARI